Peraturan Mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Konsultan Pajak – Dalam dunia perpajakan terdapat istilah pajak yang perlu dipelajari oleh semua orang Jakarta dan dimana pun. Seperti istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak atau disebut dengan PTKP. Dimana PTKP sendiri merupakan suatu batasan nominal tertentu dari pendapatan atau penghasilan dari Wajib Pajak yang tidak dikenai pungutan pajak. PTKP tersebut bisa menjadi acuan dasar yang diperlukan untuk perhitungan PPh pasal 21. Dewasa ini telah diberlakukan peraturan baru mengenai PTKP pada tahun 2023.

Berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan telah diatur penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, PTKP adalah batasan nominal pendapatan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21, PTKP menjadi acuan atau dasar perhitungannya. Pada tahun 2023 ini diberlakukan penyesuaian PTKP untuk menekan defisit anggaran dan meningkatkan rasio pajak. Sehingga, pemerintah kemudian mengambil langkah kebijakan fiskal.

Dalam peraturan perundang-undangan pajak penghasilan telah disebutkan bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak merupakan objek pajak. Hal tersebut berarti setiap penghasilan yang diterima oleh seorang karyawan atau pegawai baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri akan dikenai pajak. Dalam peraturan perundang-undangan PPh tersebut telah diatur perubahan batas penghasilan kena pajak (PKP) menjadi Rp 60 juta per tahun. Sementara untuk  tarif pajaknya tetap 5%.

Selanjutnya, pemerintah juga telah menetapkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) bagi Wajib Pajak orang pribadi. Dimana PTKP dimaksud sebesar Rp 54 juta per tahunnya atau Rp 4,5 juta per bulannya. Namun, di dalam peraturan terbaru nominal tersebut tidak menjadi batas dan masih bisa bertambah lagi. Sehingga, Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan Rp 54 juta per tahunnya masuk ke dalam kategori PTKP. Dan yang bersangkutan bisa meminta sebagai Wajib Pajak Tidak Efektif dan tidak perlu menyampaikan SPT.

Baca Juga: Pentingnya Mempelajari Jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2 (Final)

Yang perlu diperhatikan, pemberlakuan tarif dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh) tidaklah tetap. Hal tersebut dikarenakan indeks biaya hidup setiap tahun, penetapan upah minimum, dan inflasi. Sehingga, dalam melakukan perhitungan PTKP secara manual harus dilakukan dengan teliti dan cermat. Selain itu, besaran PTKP masih dapat bertambah. Dimana nominal PTKP tersebut umumnya diperoleh dari:

  • Tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus kawin alias menikah sebesar Rp 4,5 juta per tahun.
  • Tambahan untuk satu istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sejumlah Rp 54 juta per tahun.
  • Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dengan jumlah tanggungan sepenuhnya adalah tiga orang untuk 1 keluarga sebesar Rp 4,5 juta per tahun.

Seorang wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan bersih (neto) bulanan di bawah Rp 4,5 juta, adalah kategori Wajib Pajak Tidak Efektif. Sedangkan mereka yang memiliki penghasilan bruto tahunan melebihi Rp 54 juta, maka PTKP akan dipotong dari penghasilan bruto. Yang selanjutnya akan menghasilkan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Selain itu, UMKM dari orang pribadi dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta dalam setahun tidak dikenai pajak. Konsultan pajak Jakarta bisa membantu anda mempelajari pajak melalui layanan konsultasi pajak.

Selanjutnya, masyarakat yang memiliki nominal gaji di bawah Rp 4,5 juta per bulan tidak dikenakan pajak. Hal tersebut dikarenakan nominal tersebut berada di bawah batas Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP). Dimana nominal PTKP yang diberlakukan saat ini masih tetap sama yaitu Rp 4,5 juta per bulannya. Atau sebesar Rp 54 juta untuk per tahunnya.

Apabila anda yang berada di Serpong memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Jakarta profesional terpercaya, anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.

Comments are disabled.