Pengenaan Pajak Semakin Tinggi Saat Pegawai Menerima Bonus, Mengapa Bisa?

Pengenaan Pajak Semakin Tinggi Saat Pegawai Menerima Bonus, Mengapa Bisa?

Jasa konsultan pajak Jakarta pastinya akan membantu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak. Anda bisa berkonsultasi atas berbagai permasalahan pajak yang anda miliki dengan konsultan pajak, karena mereka merupakan profesional di dunia perpajakan. Pastinya sebagai wajib pajak tidak kalah penting untuk mengetahui kebijakan maupun informasi perpajakan yang sedang seringkali dibicarakan, seperti halnya mengenai karyawan atau pegawai yang mendapatkan bonus maka akan memperoleh pengenaan pajak yang lebih tinggi. Apakah anda merupakan karyawan yang menerima bonus? Simak ulasan berikut ini untuk mengetahui bagaimana lengkapnya.

Pada masa-masa seperti lebaran yang lalu, masyarakat baru saja mendapatkan kesibukan dengan ketentuan pemerintah yang mana memotong pembayaran THR atau Tunjangan Hari Raya, yang mana dibayarkan bersama dengan upah bulanan Pada saat ini masyarakat seperti karyawan atau pegawai tetap harus kembali mempersiapkan diri mereka untuk melakukan pemotongan atau pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) yang lebih tinggi karena bonus yang diterima. DJP atau Direktorat Jenderal Pajak memberikan konfirmasi bahwa bonus yang diberikan pada pegawai tetap pun akan dibebankan pajak Pajak Penghasilan 21 dengan tarif bulanan yang lebih tinggi daripada berbulan-bulan yang lalu.

Menurut Inge Diana Rismawanti Kepala selaku Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, bahwa penghasilan yang dikenakan pajak Pajak Penghasilan 21, yakni penghasilan tetap pegawai, yang mana meliputi bonus dan Tunjangan Hari Raya. Hal ini berarti bahwa pada saat pegawai menerima bonus, maka mereka akan dibebankan pajak terhadap total penghasilan yang diterima juga termasuk bonus dan gajinya. Inge juga memberikan Penjelasan bahwa tarif pajak Pajak Penghasilan 21 akan dikenakan menurut Tarif Efektif Rata-rata (TER) ketika pegawai melakukan penerimaan Tunjangan Hari Raya maupun bonus, yang mana akan lebih tinggi sebab penghasilan yang didapatkan pegawai juga menjadi lebih besar.

Sebagai contoh saja, terdapat seorang karyawan tetap tanpa tanggungan yang menerima penghasilan dalam satu bulan adalah sejumlah Rp10.000.000, dengan tarif efektif bulanan sebesar 2%, maka akan melakukan pembayaran pajak Pajak Penghasilan 21 sebesar Rp200.000 untuk per bulannya. Tetapi, pada saat karyawan tetap tersebut mendapatkan Tunjangan Hari Raya maupun bonus, maka penghasilannya akan meningkat menjadi Rp20.000.000, tarif efektif bulanan yang berlaku akan menjadi 9%, sehingga pajak Pajak Penghasilan 21-nya yang terutang adalah Rp 1,8 juta.

Baca Juga: WP dalam Dafnom Khusus: Kenali Kriteria Penerbitan Surat Tagihan Pajak dari DJP

Mengapa Pemerintah Menetapkan Tarif Efektif Rata-Rata (TER)?

Diketahui bahwa penerapan TER ini bertujuan supaya bisa mempermudah penghitungan pajak Pajak Penghasilan 21 oleh pemotong, yang mana pemberi kerja hanya perlu melakukan penjumlahan gaji dan bonus maupun Tunjangan Hari Rayanya, kemudian mengalikannya dengan tarif efektif bulanan yang telah tertera pada tabel. Hal tersebut akan memberikan kemungkinan pada pegawai untuk melakukan penghitungan PPh 21 yang dipotong terhadap penghasilannya dengan semakin mudah. Namun, apabila anda sebagai wajib pajak belum memahami perihal kewajiban perpajakan apa saja yang harus anda patuhi, dapat dipastikan permasalahan Anda selesai dengan berkonsultasi pada Konsultan pajak Jakarta.

Di sisi lain, Walaupun penghasilan yang sifatnya tidak teratur seperti bonus maupun Tunjangan Hari Raya bisa menjadi penyebab tarif pajak penghasilan yang semakin tinggi, tapi adanya mekanisme TER tidak akan memberikan tambahan beban pajak pada periode 1 tahun pajak. Hal tersebut dikarenakan pemberi kerja akan melakukan penghitungan kembali pada total pajak terutang dalam satu tahun dengan mempergunakan tarif UU PPh pasal 17 pada masa pajak Bulan Desember.

Di tanggal 27 Desember tahun lalu (tahun 2023), secara resmi Pemerintah sudah menerbitkan PP Nomor 58 tentang tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi. Aturan dari PP ini dimaksudkan untuk mengatur penyesuaian tarif pemotongan PPh Pasal 2. Berlaku sejak 1 Januari 2024 lalu, peraturan tersebut mencakupi pendapatan nonfinal yang diterima wajib pajak pribadi atas pelaksanaan pekerjaan, jasa, atau suatu kegiatan tertentu.

Apabila Anda yang berada di Jakarta memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Jakarta profesional terpercaya, Anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis Anda optimal dan tidak mahal.

Tags: No tags