Sama-Sama Pajak, Tapi Berbeda Jauh! Pahami Pajak Subjektif vs Objektif dalam 3 Menit

Jasa Konsultasi Pajak – Dua bentuk pengenaan pajak yang menjadi dasar sistem perpajakan Indonesia adalah pajak subjektif dan pajak objektif. Keduanya menggunakan metode yang berbeda untuk menentukan apa dan siapa yang dikenakan pajak. Pajak subjektif berfokus pada keadaan individu wajib pajak, seperti pendapatan dan status keluarga, sedangkan pajak objektif berfokus pada objek pajak, seperti produk, layanan, atau transaksi tertentu, tanpa mempertimbangkan masa lalu wajib pajak.

Memahami perbedaan antara keduanya sangat penting untuk pemenuhan pelaporan dan kewajiban pajak yang akurat dan adil. Jika Anda kebingungan bagaimana cara melakukan kewajiban pajak sesuai dengan kebijakan pajak, maka Anda bisa berkonsultasi dengan Konsultan Pajak Jakarta. Lalu, apa perbedaan yang tepat antara pajak objektif dan pajak subjektif?  Mari kita bahas secara ringkas dan sederhana.

Mengenai Pajak Subjektif

Fokus utamanya adalah pada siapa yang membayar pajak, bukan hanya pada apa yang dikenakan pajak. Aspek-aspek seperti status perkawinan, tanggungan keluarga, dan kemampuan keuangan menjadi penentu utama kewajiban pajak dalam situasi ini. Karena pajak subjektif memperhitungkan pendapatan dan kapasitas keuangan, semakin banyak uang yang dihasilkan seseorang atau organisasi, semakin banyak pajak yang harus mereka bayarkan.

Pajak penghasilan (PPh), yang mencakup pajak penghasilan perusahaan dan perorangan, adalah contoh pajak subjektif. Setelah biaya dan pengurangan lainnya dikurangi dari pendapatan bersih, jumlah pajak penghasilan ditentukan. Jumlah ini kemudian dimodifikasi untuk status wajib pajak, termasuk jumlah tanggungan keluarga.

Sebagai contoh, dua orang dengan gaji yang sama namun memiliki jumlah tanggungan yang berbeda akan membayar pajak yang berbeda karena perhitungan pajak penghasilan memperhitungkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), yang dipengaruhi oleh status perkawinan dan jumlah anak.

Mengenai Pajak Objektif

Di sisi lain, pajak objektif dipungut berdasarkan keberadaan atau nilai objek pajak, terlepas dari pihak yang terlibat dalam transaksi atau kondisi keuangan pembayar pajak. Selama transaksi atau objek pajak ada, pajak harus dibayar; pajak objektif tidak mempertimbangkan tingkat pendapatan wajib pajak.

Contoh Pajak Objektif:

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
  • Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bea Materai

Baca Juga: Penerima Warisan Wajib Baca! Jangan Balik Nama Sertifikat Sebelum Ketahui Ini!

Sebagai contoh, terlepas dari apakah konsumen adalah seorang pengusaha sukses atau pelajar, ia harus membayar PPN 11% saat membeli barang elektronik. Nilai transaksi, bukan situasi keuangan pembeli, yang menentukan jumlah pajak.

Mengapa Pajak Objektif dan Pajak Subjektif Penting?

Dengan menjamin bahwa orang-orang dengan pendapatan lebih tinggi membayar pajak yang lebih besar, pajak subjektif menjunjung tinggi gagasan keadilan pajak. Pemerintah dapat memaksimalkan pendapatan negara sambil tetap berpegang pada konsep keadilan sosial dan pemerataan beban dengan menggabungkan kedua teknik ini. Jika Anda sedang kebingungan menghadapi kewajiban pajak yang Anda miliki, maka bisa dengan meminta bantuan pada Konsultan Pajak Jakarta terlebih dahulu.

Perbedaan Antara Pajak Objektif dan Pajak Subjektif

Perbedaan utama antara pajak subjektif dan pajak objektif adalah sebagai berikut:

Pajak Penghasilan (PPh) adalah contoh pajak subjektif, di mana dua orang dengan penghasilan yang sama tetapi keadaan keluarga yang berbeda dapat membayar jumlah pajak yang berbeda. Karena pengenaannya secara berkala berdasarkan pendapatan yang diperoleh, pajak ini bersifat bertahap dan berkelanjutan.

Di sisi lain, pajak objektif dikenakan tanpa memperhitungkan keadaan individu wajib pajak dan sebaliknya didasarkan pada tujuan pajak, seperti komoditas, layanan, atau transaksi tertentu. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah beberapa contoh pajak objektif. Karena pajak-pajak ini dikenakan pada saat transaksi atau akuisisi barang tertentu, pajak-pajak ini sering kali merupakan pembayaran satu kali.

Apabila Anda yang berada di Jakarta memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Jakarta profesional terpercaya, Anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis Anda optimal dan tidak mahal.

Comments are disabled.