Konsultasi Pajak – Di kalangan Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), PER-19/PJ/2025 telah menarik banyak perhatian. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa peraturan baru ini secara signifikan mengubah cara PKP diverifikasi dan diblokir saat membuat faktur pajak elektronik (e-Faktur). Banyak wajib pajak mengeluhkan ketidakmampuan mereka untuk membuat faktur pajak karena status mereka “diblokir,” meskipun mereka tidak yakin dengan alasan pastinya.
Apa yang sebenarnya termasuk dalam PER-19/PJ/2025, dan mengapa PKP mungkin diblokir saat membuat faktur pajak? Jika Anda memiliki masalah dalam melakukan kewajiban pajak Anda, maka Anda bisa meminta bantuan pada Konsultan Pajak Jakarta. Sebab, mereka mampu membantu untuk menemukan solusi atas kendala pajak yang Anda hadapi sesuai dengan kebijakan pajak yang berlaku.
Enam Persyaratan Pemblokiran PKP untuk Pembuatan Faktur Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendasarkan keputusannya mengenai kelayakan PKP untuk terus membuat faktur pajak pada enam faktor utama. Setiap kriteria dijelaskan secara rinci di bawah ini.
Tiga Bulan Berturut-Turut Tanpa Pengumpulan atau Pemotongan Pajak
Operasi perpajakan PKP menjadi fokus kriteria pertama. PKP dapat kehilangan akses ke e-Invoice jika tidak mengumpulkan atau memotong pajak selama tiga bulan berturut-turut. Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah PKP masih melakukan kegiatan komersial. Ketidakmampuan untuk mengumpulkan pajak dapat diartikan sebagai tanda bahwa PKP tidak lagi beroperasi atau gagal memenuhi kewajiban administratifnya. Akibatnya, sistem akan secara otomatis menandai PKP sebagai tidak aktif secara fungsional.
Tidak Mengajukan Laporan Pajak Penghasilan Tahunan (PPh)
Kepatuhan dalam mengajukan laporan pajak penghasilan tahunan merupakan salah satu indikator utama untuk mengevaluasi komitmen wajib pajak. DJP berwenang untuk menolak akses ke e-Faktur jika PKP tidak mengajukan SPT Tahunan PPh sesuai batas waktu. SPT Tahunan PPh menyediakan laporan lengkap tentang aktivitas keuangan dan perpajakan untuk satu tahun.
PKP dapat dianggap berisiko administratif jika laporan ini tidak diajukan, karena hal ini dapat menimbulkan kecurigaan bahwa PKP tidak transparan tentang pendapatannya. Sehingga, sangat penting untuk berkonsultasi segera dengan Konsultan Pajak Jakarta untuk melakukan kewajiban pajak secara tepat waktu, termasuk mengajukan laporan pajak.
Baca Juga: Memahami Kebijakan Pembebasan Pajak Reklame di DKI Jakarta: Apa yang Perlu Anda Ketahui?
Tidak Mengajukan SPT PPN secara Berkala Selama Tiga Bulan Berturut-turut
SPT PPN Berkala harus diajukan oleh setiap PKP setiap bulan. DJP akan menonaktifkan kemampuan PKP untuk menghasilkan faktur pajak elektronik jika mereka tidak mengajukan SPT PPN selama tiga bulan berturut-turut. SPT PPN mencatat penjualan dan pembelian barang dan jasa yang dikenakan PPN. Ketidakpatuhan jangka panjang dapat dianggap sebagai pelanggaran atau ketidakberadaan operasi komersial yang sah.
Tidak Mengajukan Laporan PPN dalam Satu Tahun
DJP melakukan penilaian tahunan selain pemantauan rutin. Sistem akan secara otomatis mencegah PKP membuat faktur pajak jika mereka tidak mengajukan laporan PPN untuk setidaknya enam periode pajak (enam bulan) dalam satu tahun kalender. Klausul ini menegaskan komitmen DJP untuk menjaga keseragaman pelaporan. DJP dapat mengidentifikasi PKP yang jarang melaporkan atau tidak aktif secara administratif sepanjang tahun melalui penilaian tahunan.
Tidak Menyerahkan Bukti Pemungutan atau Pemotongan Pajak Selama Tiga Bulan
Persyaratan untuk menyerahkan dokumen pemotongan dan pemungutan pajak ditekankan dalam kriteria ini. PKP dianggap tidak aktif secara fungsional jika tidak melaporkan bukti pemotongan atau pemungutan pajak selama tiga bulan berturut-turut. Sebenarnya, pajak pihak ketiga seperti Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, atau 23 dihitung dan dilaporkan menggunakan laporan ini sebagai dasar.
Memiliki Tunggakan Pajak dengan Jumlah Tertentu
Persyaratan keenam dalam PER-19/PJ/2025 berkaitan dengan tunggakan pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak Pengusaha (PKP). Sebagai ukuran kepatuhan keuangan wajib pajak, DJP menetapkan nilai ambang batas tertentu dalam klausul ini. Ambang batas tunggakan yang dapat menyebabkan penonaktifan akses e-Invoice bagi wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pajak Utama (KPP) adalah IDR 250 juta atau lebih.
Apabila Anda yang berada di Jakarta memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Jakarta profesional terpercaya, Anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis Anda optimal dan tidak mahal.

