Jasa Konsultan Pajak Bogor – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan. Pajak ini muncul karena adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perhutanan adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan bangunan yang berada di kawasan kegiatan usaha perhutanan. Perhutanan termasuk dalam P3, selain pertambangan dan perkebunan. Ketentuan perpajakan ini telah tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-42/PJ/2015 pengganti PER-36/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perhutanan telah ditetapkan sebagai pajak pusat. Oleh karena itu, pembayaran dan pengelolaan pajaknya menjadi kewenangan otoritas pajak pusat.
Sebelum membahas cara penghitungan PBB sektor perhutanan, anda perlu untuk mengetahui objek dan subjek pajak tersebut. Objek pajak PBB Perhutanan adalah bumi dan bangunan yang berada di kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan. Subjek pajak PBB Perhutanan adalah wajib pajak orang atau badan yang mempunyai hak dan memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan sebagai objek yang dikenakan pajak. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Cara penghitungannya dapat dilakukan seperti berikut ini.
PBB = Tarif pajak × Nilai Jual Kena Pajak
= 0,5% × {40% × (NJOP-NJOPTKP)}
Batasan maksimum untuk Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) secara regional adalah sebesar Rp 24 Juta. Nilai Jual Objek Pajak yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli yang ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti. Kegiatan usaha perkebunan yang dimaksud meliputi:
- Usaha budidaya tanaman perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B).
- Usaha budidaya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan yang diberikan izin Usaha Perkebunan (IUP).
Baca Juga: Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Permohonan NPWP Badan Usaha
Sedangkan area perusahaan perkebunan yang dikenakan PBB Perkebunan diantaranya sebagai berikut:
- Area Produktif
Area yang berada di dalam kawasan kegiatan usaha perkebunan yang telah ditanami tanaman perkebunan.
- Area Belum Produktif
Area ini meliputi areal yang belum diolah, area yang sudah diolah tetapi belum ditanami, dan area pembibitan.
- Area Tidak Produktif
Area yang berada di kawasan kegiatan usaha perkebunan yang tidak dapat diusahakan untuk kegiatan usaha perkebunan.
- Area Pengaman
Area yang berada di dalam kawasan kegiatan usaha perkebunan yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan usaha perkebunan.
- Area Emplasemen
Area yang berada di kawasan kegiatan usaha perkebunan yang diatasnya dimanfaatkan untuk bangunan dan/atau pekarangan serta fasilitas penunjangnya.
Sebagai wajib pajak, anda juga harus melaporkan data objek pajak PBB Perkebunan ke Direktorat Jenderal Pajak. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Perkebunan (SPOP) dan dilengkapi Lampiran SPOP (LSPOP) yang memuat rincian data objek pajak. Wajib Pajak perusahaan perkebunan harus menyampaikan SPOP dan LPOP ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama paling lama 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LPOP (1 Januari) oleh subjek pajak atau Wajib Pajak. DJP menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk memberitahukan besarnya PBB Perkebunan yang terutang kepada Wajib Pajak. Penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak perusahaan perkebunan paling lambat minggu kedua bulan Juni Tahun Pajak.
Apabila anda memiliki permasalahan pajak, anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.